Rabu, 18 September 2013

PENTINGYA PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA



PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA
 
Abstrak
Pendidikan seks merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendidikan mengenai anatomi seksual, pembiakan seksual, perhubungan seks, dan aspek-aspek lain kelakuan seks manusia. (Wikipedia, 2013)
Sasaran utama penanaman pendidikan seks ini diarahkan kepada anak-anak maupun remaja sesuai dengan perkembangan usia. Fenomena yang banyak terjadi akhir-akhir ini adalah banyaknya kasus tindakan kejahatan seks yang didominasi oleh kalangan dibawah umur. Banyak hal yang menyebabkan anak-anak di masa remaja melakukan penyimpangan seksualitas atau seks bebas sebagai cara pelarian dari berbagai persoalan serta kurangnya kemampuan anak untuk mengendalikan diri dari emosinya. Pengalaman remaja dalam pendidikan seks bermanfaat untuk menambah pengetahuan remaja dalam mengalami perubahan-perubahan yang perilaku yang menyimpang yang terjadi pada remaja saat sekarang ini dan hambatan remaja dalam menerima pendidikan seks dikarenakan pendidikan seks tabu untuk dibicarakan. Keterbukaan komunikasi antara anak dengan orang tua terutama dalam membicarakan seksualitas, perlu dimaksimalkan untuk menghindari aktivitas seksual terlalu dini sebelum mencapai masa dewasa. Oleh karena itu, orang tua perlu memberikan pengertian dan pemahaman yang terarah mengenai pendidikan seks tersebut. Karena jika tidak demikian, anak akan merasa kurang diperhatikan dan kurang informasi mengenai seks yang seharusnya ia dapatkan. Akibatnya, anak cenderung akan mencari informasi di luar lepas dari kendali orang tua. Selain peranan orang tua, dalam hal ini lembaga atau instansi yang berwenang dalam mendidik anak didiknya juga harus lebih menanamkan pentingnya tujuan dalam penerapan pendidikan seks sesuai dengan tahapan perkembangan usia.

 Kata kunci: Remaja, Pendidikan Seks,  Peranan Orang tua dan Instansi pendidikan Terkait.
Pendahuluan
·         Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak menuju dewasa. Masa ini merupakan masa ujian, masa penuh tantangan, sukar dimengerti dan masa yang penuh dengan gelora. Biasanya masa remaja terjadi sekitar dua tahun setelah masa pubertas, menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosional mendalam. Banyak remaja putra dan putri saling mempengaruhi secara sosial melalui teman sebaya yang dimilikinya baik dalam kelompok formal maupun informal, melalui kontak serius antara dua orang yang berlainan jenis kelamin. Peningkatan masalah-masalah remaja seperti kehamilan remaja, pemerkosaan yang terjadi pada saat berkencan, dan penyakit seksual yang menular membuat hubungan romantik pada masa awal kehidupan ini menjadi dimensi yang penting dalam perkembangan individu.
Dewasa ini masalah seks pranikah pada remaja banyak menjadi sorotan dikarenakan angkanya yang semakin hari semakin meningkat. Banyak kasus-kasus aborsi yang dilakukan oleh remaja. Umumnya remaja melakukan hubungan seks karena didasari rasa suka sama suka. Salah satu penyebab terjadinya hubungan seks di luar nikah pada remaja adalah kurangnya pengetahuan remaja mengenai seks itu sendiri. Seks dipandang sebagai sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Mengingat seks juga berkaitan dengan tugas-tugas perkembangan remaja maka tidak mengherankan jika remaja memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar tentang seks itu sendiri.
Kurangnya informasi tentang seks dapat disikapi dengan diadakan pendidikan seks yang tujuannya adalah agar remaja memahami seluk beluk tentang seks remaja serta nilai-nilai seksualitas yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu penulis mengangkat judul tentang pentingnya pendidikan seks  bagi remaja. Berikut akan diulas mengenai bagaimana pendidikan seks yang tepat bagi remaja, dan peranan orang tua dan instansi pendidikan dalam menerapkan pemahaman tentang seks pada remaja yang selama ini dianggap tabu, dan bagaimana remaja memposisikan dirinya dalam tugas-tugas perkembangannya.

Pembahasan
·         Posisi Remaja Dalam Menghadapi Masalah dan Tugas-tugas Perkembangannya
Remaja merupakan transisi antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa,masa setengah baya dan masa tua.Dimana masa remaja memiliki kematangan emosi, sosial, pisik dan psikis. Remaja juga merupakan tahapan perkembangan yang harus dilewati dengan berbagai kesulitan.Remaja dalam tugas perkembangannya memiliki beberapa fase, dengan melihat semakin rumit permasalahanya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam menangani permasalahan tersebut. Ada hal yang diharapkan dimiliki oleh remaja dalam mempersiapkan diri memasuki alam kehidupan masa dewasa, serta memiliki kebutuhan pribadi dalam arti luas. Dari segi individu dikaitkan dengan perkembangan pikir, sikap, perasaan, kemauan dan perlakuan nyata.dari segi lingkungan ada semacam ”tuntutan” dari faktor sosial, religius, nilai-nilai dan norma yang hidup didalamnya.Tuntutan itu “dikenakan” bagi individu sebagai bagian dari lingkungan itu juga. Dalam tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya sehingga dengan mengetahui tugas-tugas perkembangan remaja dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh remaja dalam keseharian yang sangat menyulitkan masyarakat, agar tidak salah persepsi dalam menangani permasalahan tersebut. (Melinda, 2012)
Beberapa persoalan yang harus diselesaikan remaja dalam tugas perkembangannya adalah pengadaptasian diri remaja terhadap lingkungan dan pengontrolan diri terhadap hal-hal yang negatif. Salah satu hal yang erat dikaitkan dengan tugas perkembangan remaja adalah mengenai remaja dan seks. Remaja yang mendapatkan cukup informasi mengenai seks kemungkinan akan lebih mudah untuk melalui setiap tugas perkembangannya, namun bagi remaja yang kurang memiliki pengetahuan tentang seks mungkin dia akan sedikit mengalami kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas perkembangannya, khususnya tugas perkembangan yang berkaitan dengan masalah seks itu sendiri. Remaja yang mendapatkan cukup informasi mengenai seks diharapkan akan lebih bersikap bijaksana untuk tidak melakukan seks pranikah. Sedangkan remaja dengan pengetahuan yang kurang mengenai seks mungkin akan lebih sulit bersikap bijaksana mengenai seks pranikah.
Banyak masalah yang ditimbulkan jika pengetahuan seks salah ditanamkan pada seseorang di masa lalu. Memori yang dilihat dari masa lalu menggambarkan bahwa seks adalah sesuatu yang harus untuk dipenuhi tanpa adanya suatu rambu-rambu. Akibatnya, banyak ditemukan kasus dalam penyimpangan seks yang dilakukan remaja.
Kejahatan seksual banyak dilakukan oleh anak-anak usia remaja sampai dengan umur menjelang dewasa, dan kemudian pada usia pertengahan. Tindak merampok, menyamun dan membegal, 70% dilakukan oleh orang-orang muda berusia 17-30 tahun. Selanjutnya mayoritas anak-anak muda yang terpidana dan dihukum itu disebabkan oleh nafsu serakah untuk memiliki, sehingga mereka banyak melakukan perbuatan mencopet, menjambret, menipu, merampok, menggarong, dan lain-lain. Menurut catatan kepolisian, pada umumnya jumlah anak laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang-gang diperkirakan 50 kali lipat daripada anak perempuan; sebab anak perempuan pada umumnya lebih banyak jatuh ke limbah pelacuran, promiskuitas (bergaul bebas dan seks bebas dengan banyak pria) dan menderita gangguan mental, serta perbuatan minggat dari rumah atau keluarganya. (Kartono, 2002 : 7)

Opini Penulis :
            Remaja seringkali mengalami suatu tekanan dalam dirinya untuk menyatakan hasrat dan masalah-masalah seksualnya kepada keluarga terlebih lagi orang tua. Remaja cenderung untuk menyatakan masalah seksual yang dianggapnya tabu justru kepada teman-teman terdekatnya. Bahkan seringkali remaja tidak canggung menceritakan masalah seksual tersebut kepada lawan jenisnya baik itu temannya ataupun seseorang yang dianggap sebagai orang yang disukainya. Hal ini menjadi masalah baru bagi orang tua jika anak lebih nyaman mencari pengetahuan tentang seks dengan lawan jensnya daripada dengan keluarga. Anak akan cenderung tidak betah tinggal di rumah dan jarang berkomunikasi dengan orang tua. Dalam hal ini orang tua perlu lebih ekstra untuk memberikan perhatian kepada putra-putrinya meskipun dianggapnya telah mampu membawa dirinya menuju ke arah dewasa. Hal tersebut dikarenakan remaja butuh suatu pengarahan ke arah yang lebih baik, karena rasa keingintahuannya sangatlah besar. Oleh karena itu, pendidikan seks bagi remaja sangat diperlukan untuk mengurangi perilaku seks pranikah dan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan dari hal tersebut karena pendidikan seks tersebut akan mencakup juga nilai-nilai seksualitas pada remaja.
Pendidikan seks tidak hanya diterapkan pada anak usia menginjak remaja, bahkan ketika anak masih kecilpun sudah tahu mengenai pacaran. Oleh karena itu penanaman nilai-nilai pemahaman tersebut haruslah dilakukan ketika anak masih kecil, tentunya sesuai dengan batasan usia bagi pemahaman mereka.
·         Peranan Orang Tua dan Instansi Pendidikan Dalam Menerapkan Pemahaman Tentang Seks Pada Remaja
Pada dasarnya sedikit sekali masyarakat terutama orang tua yang peduli akan pendi­dikan seks dan menempatkan bah­wa seks adalah sesuatu yang penting. Bahkan banyak orang tua yang tidak memberikan pendidik­an seks pada anak, dengan alasan anak akan tabu dengan sendirinya. Selama ini seks identik dengan orang dewasa saja. Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat.  (Verawati, 2013)


Data yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa 51 persen remaja di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi telah berhubungan seksual sebelum menikah. Penulis memang tidak mendapatkan angka pasti untuk data di tahun 2012, tetapi dengan adanya berita di berbagai media massa yang menyatakan adanya peningkatan dalam tingkat aktivitas seksual remaja, maka tentunya harus ada pendidikan yang memadai untuk menanggulangi hal ini.Dorongan seksual di masa puber memang sangat meningkat, oleh karena itu, orang tua sebaiknya mengajarkan apa itu sistem reproduksi dan bagaimana caranya bekerja. Penekanan terhadap perbedaan antara kematangan fisik dan emosional untuk hubungan seksual juga sangat penting untuk diajarkan. Beritahukan kepada anak segala macam konsekuensi yang ada dari segi biologis, psikologis, dan sosial jika mereka melakukan hubungan seksual. Orang tua selain mengajarkan keterbukaan komunikasi dengan anak terutama dalam membicarakan seksualitas, juga perlu menambahkan keuntungan menghindari aktivitas seksual terlalu dini sebelum mencapai masa dewasa. (Verawati, 2013)
Sekolah sebagai instansi pendidikan sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi sebagai “sekolah dengar” daripada memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas, kreativitas, dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar. Kurikulum selalu berubah-ubah tidak menentu, sangat membingungkan para pengajar dan murid sendiri serta jelas ketinggalan zaman dan idak sesuai dengan aspirasi anak; adakalanya dangkal sifatnya dan kurang menarik minat anak. Akibatnya anak menjadi jemu belajar, cepat menjadi jenuh, dan lelah secara psikis; sebab harus pasif diam saja, dan terlalu mendepositokan dalam benaknya bahan-bahan pelajaran yang kurang relevan dengan kebutuhan hidupnya. Perkembangan kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih berkepentingan dengan masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka. Anak harus patuh terhadap perintah ayah-bunda dengan jalan bersekolah secara teratur dan berdisiplin. Akan tetapi di pihak lain anak tidak menemukan kesenangan dan kegairahan belajar di kelas dengan suasana yang menjemukan. Karena itu anak mengalami banyak konflik batin dan frustasi, terlebih-lebih jika mereka melihat banyak ketidakadilan peraturan (misalnya anak dilarang meokok, tetapi guru merokok di kelas, murid dilarang bertangya dan memrotes, sedang guru boleh melakukan kesalahan dan sebagainya). (Kartono, 2002 : 124-126)
Opini Penulis :
Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Keengganan para orangtua untuk memberikan informasi kesehatan reproduksi dan seksualitas juga disebabkan oleh rasa rendah diri karena rendahnya pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi dan pendidikan seks. Fenomena yang sering terjadi di kalangan masyarakat adalah adanya penyimpangan-penyimpangan seksual di kalangan remaja, misalnya hamil diluar nikah dan pemerkosaan, dimana remaja masih mencari jati diri mereka. Selain hal tersebut diatas terdapat beberapa alasan lain yang menyebabkan remaja pada akhirnya melakukan seks pranikah. Diantaranya adalah sebagai bukti cinta dan sangat mencintai pacar, dijanjikan akan menikah, rasa ingin tahu yang sangat tinggi tentang seksualitas, ingin mencoba, takut mengecewakan pacar, takut diputuskan pacar, serta kurangnya pengetahuan tentang seksualitas yang didapat dari keluarga dan sekolah. Umumnya remaja kurang menyadari akibat-akibat buruk yang dapat ditimbulkan dari perilaku seks bebas tersebut, seperti kehamilan, putus sekolah, tertular penyakit kelamin dan HIV AIDS. Kurangnya pengetahuan yang didapat dari orang tua dan sekolah mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau lingkungan bermainnya yang bisa saja pengetahuan tersebut salah. Oleh karena itu, remaja perlu diarahkan untuk menerima suatu ilmu mengenai kehidupan seks mereka melalui pendidikan seks yang sehat.  Disini peran orang tua dan komponen terkait yang dipercaya (sekolah, pesantren, guru pembimbing rohani dll.) harus lebih dominan. Selama ini pendidikan seks telah dilakukan di beberapa sekolah, jarang sekali yang memasukkan unsur nilai-nilai seksualitas di dalamnya. Meskipun demikian, pada dasarnya ada banyak cara untuk memperoleh sumber pendidikan seks bagi remaja baik itu bersifat formal maupun informal. Formal misalnya saja dari sekolah dan sumber informal seperti dari teman sebaya remaja yang merasa nyaman jika mereka berbicara tentang seks atau dari media masa yang diperjualbelikan dan siapa saja dapat membelinya mulai usia anak-anak, remaja dan dewasa. Namun kebanyakan dari sumber informasi tentang pendidikan seks dari media elektronik maupun media cetak seperti internet, majalah, televisi, surat kabar, radio, buku dan film dapat mempengaruhi remaja dalam tingkah lakunya. Beberapa remaja telah memperoleh pendidikan seks dari orangtua akan tetapi orangtua tidak memberikan penjelasan yang terlalu jauh tentang pendidikan seks seperti yang dikatakan sebelumnya karena hal itu merupakan hal yang tabu untuk diperbincangkan. Pada kenyataannya, persepsi orang tua terhadap pendidikan seks bagi remaja sangat berpengaruh terhadap perkembangan seksual anak, dimana orang tua atau lingkungan keluarga merupakan landasan dasar dalam membentuk kepribadian remaja. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri. Orang tua hendaknya menghindari penggunaan kata-kata yang menghakimi remaja agar ia tidak merasa ragu, takut, enggan ataupun marah saat membicarakan pengalaman seksual mereka. Jika orang tua merasa agak berat untuk membicarakan topik-topik seksual dengan anak, orang tua bisa meminta bantuan psikolog atau konselor untuk  memberikan pendidikan seksual kepada anak dan  membantu orang tua merasa nyaman membicarakan topik ini.
Berkaitan dengan hal tersebut ada suatu hubungan yang terikat tentang pendidikan seks di sekolah yaitu sebagai komplemen dari pendidikan seks di rumah, peran sekolah dalam memberikan pendidikan seks harus dipahami sebagai pelengkap pengetahuan dari rumah dan institusi lain yang berupaya keras untuk mendidik anak-anak tentang seksualitas. Selain itu, upaya penanaman pendidikan seks di sekolah yang diterapkan harus sesuai dengan realita yang ada. Sebagai seorang guru hendaknya memberi teladan yang baik bagi siswanya, bersikap berwibawa, sopan dan mau mendengarkan masalah dan keluhan siswa. Disini selain mengantarkan siswa menuju pendidikan yang lebih tinggi guru juga ikut terlibat dalam perkembangan psikologis siswa di sekolah.
·         Pendidikan Seks Yang Tepat Bagi Remaja
Remaja dan seks adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Karena pada tahap inilah seseorang merasakan perkembangan yang ada dalam dirinya berupa dorongan yang kuat yaitu naluri untuk mengenal lawan jenisnya. Seringkali remaja terlibat dalam seks bebas pra nikah dengan alasan suka sama suka dan alasan kesetiaan pada pacar. Hal ini perlu diluruskan mengingat masa depan yang akan dihadapi masih panjang. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman secara pasti mengenai seks yang tepat bagi remaja.
Pada dasarnya fungsi dari Pendidikan seks sendiri bertujuan membimbing serta mengasuh seseorang agar mengerti tentang arti, fungsi dan tujuan seks sehingga ia dapat menyalurkan secara baik, benar dan legal. Pendidikan seks dapat dibedakan antara instruksi seks dan pendidikan seks. Intruksi seks ialah menerangkan tentang perubahan seperti pertumbuhan rambut pada ketiak dan mengenai biologi dari reproduksi yaitu proses berkembang biak melalui hubungan untuk mempertahankan jenisnya. Termasuk di dalamnya pembinaan keluarga dan metode kontrasepsi dalam mencegah terjadinya kehamilan. Pendidikan seks meliputi bidang-bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi dan pengetahuan lainnya yang di butuhkan agar seseorang dapat memahami dirinya sendiri sebagai individual seksual serta mengadakan hubungan interpersonal yang baik.
Tujuan pendidikan seks sesuai usia perkembangan pun berbeda-beda. Seperti pada usia balita, tujuannya adalah untuk memperkenalkan organ seks yang dimiliki, seperti menjelaskan anggota tubuh lainnya, termasuk menjelas­kan fungsi serta cara melindunginya. Jika tidak dilakukan lebih awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya. Untuk usia sekolah mulai 6-10 tahun bertujuan memahami perbedaan jenis kelamin (laki-laki dan perernpuan), menginformasikan asal-usul manusia, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit. Sedangkan usia menjelang re­maja, pendidikan seks bertujuan untuk menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya,serta menerima perubahan dari bentuk tubuh. Pendidikan seks berguna untuk mem­beri penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan (seperti seks bebas), menanamkan moral dan prinsip "say no" untuk seks pranikah serta membangun penerimaan terhadap diri sendiri. Bahkan, pendidikan seks juga penting diberikan pada anak di usia pranikah untuk pembekalan pada pasangan yang ingin menikah tentang hubungan seks yang sehat dan tepat. (Verawati, 2013)
Opini Penulis : Selain menanamkan pendidikan seks yang dilakukan oleh guru, orang tua dan pihak ataupun lembaga yang terkait. Tidak serta merta tanggung jawab terhadap masa depan lepas begitu saja. Namun, perlu diperhatikan lagi sejauh mana pemahaman mereka tentang seks yang seharusnya tidak dibawa pada konotasi negatif. Terkadang anak seringkali dihadapan orang tua lebih pendiam, namun sebenarnya diamnya anak patut untuk dilihat apakah dia telah menaati dan memahami aturan-aturan batasan yang diberikan mengenai pendidikan seks ataukah mereka hanya pura-pura tahu saja. Salah satu hal yang paling dikhawatirkan orang tua adalah mengenai pergaulan remaja dengan lawan jenisnya yang kebanyakan diwujudkan dengan pacaran. Manusia tertarik dengan  lawan jenis adalah sesuatu yang fitrah karena hal tersebut memang pemberian dari Tuhan. Namun, pemenuhan hasrat seksual mereka tidak harus diwujudkan pacaran. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh remaja untuk melakukan sesuatu mencapai hal yang besar dalam hidupnya. Mengembangkan bakat dan minatnya, meraih prestasi yang baik, menjadi teladan dan panutan banyak orang, mempersiapkan sesuatu yang terbaik untuk masa depan.
Secara keseluruhan pendidikan seks tidak serta merta diberikan begitu saja tanpa memperhatikan batasan usia. Hal tersebut harus dikondisikan sesuai dengan tahap tumbuh dan perkembangan dan kematangan usia anak agar dapat menerima informasi sesuai dengan yang dibutuhkan.
Penutup
·         Kesimpulan
-          Posisi remaja dalam tugas-tugas perkembangannya adalah remaja diposisikan sebagai seseorang yang mencari jati dirinya menuju kedewasan. Untuk pencarian jati dirinya itulah remaja dituntut belajar dan mencari informasi untuk mengenali dirinya dalam tugas-tugas perkembangannya. Setelah melalui proses belajar dalam tugas-tugas perkembangannya remaja diharapkan mampu membawa diri dan memposisikan pengetahuannya terhadap pendidikan seks dengan baik.
-          Pendidikan seks yang tepat bagi remaja dapat berasal dari sumber apapun yang terkait. Namun, dalam hal ini orang tua adalah komponen yang paling berperan dibantu dengan lembaga dan institusi terkait dalam memberikan pemahaman mengenai pendidikan seks itu sendiri sesuai dengan tahapan perkembangan usia remaja.
-          Peranan orang tua dalam menerapkan pemahaman tentang seks pada remaja seharusnya tidak dianggap hal yang tabu. Orang tua, ataupun  keluarga adalah tempat pendidikan pertama dan terbaik untuk penanaman nilai dan pencerminan dalam pembinaan tugas-tugas perkembangan remaja. Oleh karena itu,  seharusnya perlu disiapkan sejak awal mengenai pengetahuan orang tua ataupun keluarga tentang pendidikan seks.




DAFTAR PUSTAKA

Kartono, K. 2002. Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Melinda, D. 2012. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja. http://dillamelinda.blogspot.com/. [Diakses tanggal 18 Mei 2013]

Verawati. 2013. Pendidikan Seks Pada Anak, Pentingkah ????. http://sulbar.bkkbn.go.id/ViewArtikel.aspx?ArtikelID=130. [Diakses tanggal 18 Mei 2013]

Wikipedia. 2013. Pendidikan Seks. http://ms.m.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_seks. [Diakses tanggal 18 Mei 2013]

 




 






2 komentar: